Salah satu konsep yang sering diperbincangkan dalam dunia seni tari adalah perihal gaya. Kata ‘gaya’ secara umum berarti ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lain. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ‘gaya’ adalah kekuatan; kesanggupan; dorongan; tarikan. Berdasarkan itu maka ‘gaya tari’ ialah karakter atau ciri khas yang dimiliki oleh suatu bentuk tarian tertentu. Menurut Alan Lomax, gaya tari ialah sesuatu yang menyebabkan bentuk tari untuk menjadi spesifik atau ciri khas, di mana karena “sesuatu” itulah bentuk tari yang satu berbeda dengan yang lain. Gaya tari itu sendiri dapat dilihat dari berbagai hal, antara lain: (1) wilayah pemakaiannya, misalnya Minang, Melayu Riau, atau Palembang; (2) jenis tarinya; dan (3) bentuk tarinya.

Dilihat dari faktor internalnya, gaya tari adalah karakteristik yang muncul dari kecendrungan sikap tubuh yang terdapat dalam sebuah tarian. Menurut Edi Sedyawati gaya tari adalah sifat atau pembawaan tari, yang menyangkut cara-cara bergerak tertentu sebagai ciri pengenal dari tari yang bersangkutan. Senada dengan itu, Roger Capeland dan Marsal Gohen mengatakan bahwa gaya tari melukiskan bagaimana seseorang penari dapat menari dengan menginteprestasikan watak atau sifat dari setiap bagian anggota badannya. Sementara itu Anya Royce mengatakan bahwa gaya tari terdiri dari: (1) simbol; (2) bentuk; dan (3) orientasi yang melatarbelakanginya.

Selain gaya tari, konsep yang sering diperbincangkan dalam khasanah ilmu tari adalah ‘silang gaya.’ Kata ‘silang’ dapat diartikan sebagai perpaduan atau perkawinan antara dua bentuk yang berbeda, seperti misalnya dalam kata ‘silang budaya’. Berdasarkan itu, maka ‘silang gaya’ dalam tari dapat dipahami sebagai suatu percampuran ciri antara ciri yang terdapat dalam sebuah tari dengan tari yang lain, yang membentuk suatu bentuk tarian yang mempunyai karakter dan ciri khas campuran. Silang gaya tari adalah perpaduan antara dua bentuk tari, dengan dua karakter gerak serta sikap tubuh yang berbeda atau bahkan berlawanan, yang membangun ciri khas baru dalam suatu tarian.

Berbagai pembahasan tentang silang gaya tari, umumnya meperhatikan tentang warisan budaya, yang meliputi reproduksi tarian, cerita, musik, pola gerak tradisional, dan lain-lain, yang juga mencakup gaya atau cara menari. Dengan demikian, istilah ‘silang gaya’ ini pada dasarnya merujuk pada proses kerja sama, interaksi dan persilangan antara kelompok budaya yang memiliki fenomena budaya tari berbeda. Adapun dalam pelaksanaannya, silang gaya tari mempersyaratkan kemampuan untuk memilih dan mengikuti beberapa aliran tertentu yang berbeda, untuk menentukan tata laksana tari pada gaya tertentu dimana terdapat gaya campuran yang dipandang baik.

Sebagai contoh dari pelaksanaan silang gaya adalah apa yang dikerjakan Sachiko Miller, seorang koreografer dari Fiji, yang bekerja sama dengan Sinu Naulumatua membawakan karyanya yang berangkat dari gerak tari tradisi dan modern. Mereka mengangkat sebuah tarian yang pada dasarnya adalah penggabungan beberapa budaya tari, antara lain ballet dan tari tradisi suku asli Fiji. Tari tradisinya dikembangkan dari gerak-gerak alam, terutama gerak tubuh hewan. Selain gerak ballet, yang berfokus pada desain dan tekhnik keseimbangan, koreografer juga menciptakan gerak tarinya dengan gaya tari India, yang ciri khasnya terletak pada kaki, tangan, pinggul, dan gerakan kepala.

Melalui karya Sachiko Miller dan Sinu Naulumatua, tampak bahwa ‘silang gaya’ dalam tari sangat bermanfaat. Melalui cara itu, kebudayaan tari tradisi dan modern dapat disatukan dan dikembangkan, tanpa harus menghilangkan sifat dari tradisi aslinya. Gaya yang ditampilkan dari tari baru yang mengandung ‘silang gaya’ pun menjadi menarik, karena mempunyai kekuatan dan ciri tersendiri dalam tariannya. Gerakan-gerakan yang berbeda terikat dalam suatu ruang kolaborasi tari dan disusun menjadi satu komposisi yang indah, yang mengawinkan gerak tari India, ballet dan gerak tari tradisi Fuji. Musik yang dihadirkan pun adalah musik yang mengingatkan pada musik suku anak dalam, yakni berupa teriakan-teriakan, gendang, dan suara-suara burung, yang menambah kental ‘silang gaya’ dalam tarian ini.